HISTORI


PUNDHEN;
Jika kita mengucap atau mendengar kata “ pundhen ” syaraf otak kita yang kanan
menghantar pada tempat yang disebut keramat. Berasal dari kata dasar “ pundhi ”
artinya yang dijunjung tinggi.
Merujuk dari kata dasar tersebut adalah orang yang harus dijunjung tinggi karena sudah  
melaksanakan tugas mulia/tugas berat dari yang Maha Mulia ( Raja ) dan atau yang 
Maha Kuasa ( Tuhan ).
Ketika suatu daerah yang masih berupa hutan rimba belantara atau semak belukar bisa
dibilang ” gawat keliwat, angker bener ” yang mau dijadikan desa, disitu ada seorang
atau keluarga yang membuka / babat alas hingga berubah menjadi tempat yang
terbebas dari segala hal yang menakutkan dan membahayakan.
Pada waktu itu orang yang selama melaksanakan tugas mulia mempergunakan ” goa
atau pohon yang besar ” sebagai tempat bertapa dan istirahat untuk melindungi dirinya dari panas / hujan ( sebagai rumah tinggal mereka ) konon sambil menjaga ( ngerekso ) deso agar hal yang bersifat ghoib yang akan merugikan penghuni deso dapat ditepis / ditolak. Maka sampai tutup usia tua beliau meninggal dunia juga ditempat itu.   

MADE;
Lebih kurang 650 hektar daerah yang semula alas gung liwang-liwung hingga menjadi
desa yang ketika itu belum ada yang menghuni melainkan ingkang sinuhun.
Batas selatan semula beLukar, pegunungan sebelah barat hutan yang pernah dihuni Bongsone demit, bagian utara Alas yang hasil tebangan kayunya Malang sungsang dibalut oleh akar Beringin, sedangkan ditimur sisa tunggak pohon keSambi yang amat Kerep, sehingga ingkang sinuhun merasa kecil dihadapan sang pencipta alam yang hutannya  telah rampung dibuka menjadi desa.
Karena pohon besar yang disisakan untuk istirahat berada “ ditengah-tengah ” daerah perdikan, maka daerah tersebut dinamakan MADE ( jawa kuno: TENGAH ).
           
SINGO JOYO;
Sebagai makhluk sosial kita jangan membedakan suku, agama dan derajat.
Siapaun yang membuka daerah ini hingga sekarang kita yang terus-menerus dapat memetik manfaat yang besar dari perjuangan pikiran dan jerih payah keringat yang mulia ” ikang sinuhun ”. Dengan kadigdayan ilmu singo joyo itulah sesuhunan kita dapat menjadikan daerah yang gemah ripah loh jinawi, subur makmur kerto raharjo. Subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku.
Jika daerah Trawas Malang punya SUMBER MACAN, dan Kabupaten Ponorogo dijaga SINGO DIMEJO, kita patut bangga punya sesuhunan berilmu kadigdayan yang cukup tinggi SINGO JOYO.
Jangan persoalkan darimana beliau, agama apa, punya nama siapa. Yang lebih penting adalah bagaimana caranya Made bisa tetap guyub, rukun, aman dan sejahtera.

RUWAT DESO;
adopsi budaya Hindu yang diterbitkan joko Seger dan roro Anteng ketika larung
( upacara kasada ) di kawah gunung Bromo agar keturunannya tidak lagi menjadi tumbal amarah kawah tersebut. Ketika itu sesaji yang dipergunakan larung sebagai gantinya adalah hasil bumi daerah pegunungan Tengger ( kentang, kubis, wortel, bawang, padi, apukat, apel, kepala kerbau, dsb ). Tidak jauh beda dengan larung yang dilaksanakan saudara kita di pesisir laut selatan pulau Jawa yang dinamakan NYADRAN asal dari kamus sansekerta kata SRADA artinya “ ingat “. Ketika itu karena mengingat tahun sebelumnya Made dan deso sekitarnya juga mengalami musim kemarau yang cukup panjang, sehingga tanah menjadi pecah ( bantala rengka ) tidak ada turun air hujan hampir 13 kali dalam hitungan bulan masehi, secara keseluruhan penduduk warga Made ketika itu kehidupannya dari hasil tani tidak menghasilkan panen apaun. Karena rumput segar tidak bisa ditemukan, sampai hewan ternakpun harus diberi makan jerami kering untuk bisa bertahan hidup. Tidak ada pilihan lain .......!!!!!!!!!!
Begitu hujan turun pada bulan berikutnya, bertandanglah seluruh warga Made mulai dari yang tua, muda, laki, perempuan, bahkan bayipun ada yang ditidurkan di pematang sawah karena sang emak harus membantu bapak mencari nafkah untuk penghidupan.
Walhasil tiga bulan berikutnya, dengan hamparan sawah yang begitu luas terlihat padi mulai menguning, tidak ketinggalan pula TEGAL mereka dengan berbagai tanaman seperti: Ubi jalar, Ubi kayu, Lombok rawit, Lombok Gedhe, Jagung, Kenthang Ireng, Kacang kapri, Kacang tanah, Kacang ijo, Kacang dowo, Waluh, Lodrong, Terong, Tomat dan masih banyak lagi yang lainnya. Satu DESO dengan anugerah Tuhan serta kearifan alam hasil bumi di Made dapat melimpah ruah.

OKOL;
Pada waktu kemarau panjang di tahun itu rumput segar sebagai kebutuhan makan
hewan ternak tidak ditemukan, akhirnya warga yang merasa mempunyai kerbau dan sapi mulai mengumpulkan jerami kering sebagai pakan ternaknya.
Disaat air hujan yang sejak lama ditunggu-tunggu oleh warga Made dan sekitarnya turun membasahi bumi, sungguh luar biasa kegembiraan hati warga Made seluruhnya sehingga hampir tidak bisa digambarkan. Dikala anak-anak gembala sedang memberi makan ternak mereka, seketika meloncat-loncat sambil menggendong teman mereka
bergantian, begitulah setelah jatuh dan bangun lagi saking gembiranya hampir tidak 
merasakan capek.
Disaat itu pula luapan kegembiraan anak-anak desa sesama temannya mengadakan
dolanan adu kekuatan yang dinamakan OKOL, selain kekuatan dolanan ini juga penuh
dengan siasat yang disebut dengan AKAL, maka dari itu jangan dianggap dalam pemainan ini orang yang bertubuh besar nanti pasti menang. Sementara itu para orang tua mereka tidak pernah melarang dengan adanya dolanan ini, bahkan untuk melestarikan dolanan bocah yang disebut OKOL ini diberikan wadah bersamaan dengan acara ritual tahunan TEGAL DESO ( ruwat deso ) sampai dengan hari ini.